Ternyata Bukan Rp 10.000, Ini Harga Asli BBM Pertalite
Semua perusahaan minyak, baik BUMN maupun swasta, telah sepakat menurunkan harga beberapa produk BBM non-subsidi per tanggal 1 April 2023.
PT Pertamina (Persero) misalnya, telah resmi menurunkan harga BBM Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina DEX. Di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, harga Pertamax Turbo turun menjadi Rp 15.000 per liter dari harga sebelumnya Rp 15.100 per liter pada Maret 2023.
Sementara itu, harga Dexlite turun menjadi Rp 14.250 per liter dari harga sebelumnya Rp 14.950 per liter. Hal yang sama juga berlaku untuk Pertamina Dex, yang turun menjadi Rp 15.400 per liter dari harga sebelumnya Rp 15.850 per liter.
Namun, harga Pertamax (RON 92) dan BBM subsidi seperti Solar subsidi dan Pertalite (RON 90) tidak berubah pada April 2023. Dengan kata lain, harga ketiga produk BBM Pertamina ini masih sama dengan pada Maret 2023. Harga Pertamax masih Rp 13.300 per liter, Pertalite Rp 10.000 per liter, dan Solar subsidi Rp 6.800 per liter.
Lalu, mengapa harga Pertalite tidak berubah? Berapa harga ekonomi sebenarnya dari BBM Pertalite sekarang?
Melihat harga ekonomi BBM yang dijual di pompa bensin swasta seperti BP-AKR dan Vivo, yang memiliki oktan (RON) 90 atau setara dengan Pertalite, saat ini dijual dengan kisaran Rp 11.000 hingga hampir Rp 14.000 per liter.
Sebagai contoh, pompa bensin BP masih menjual BBM RON 90 atau BP 90 seharga Rp 13.850 per liter, yang tidak berubah dari Maret 2023. Sementara itu, pompa bensin Vivo menjual BBM RON 90 atau Revvo 90 seharga Rp 11.600 per liter, turun dari harga sebelumnya sebesar Rp 13.400 per liter.
Ini berarti bahwa harga jual Pertalite sebesar Rp 10.000 per liter masih di bawah harga ekonomi yang dijual di pompa bensin swasta.
Fakta bahwa harga Pertalite tidak turun sebelumnya sudah diprediksi oleh Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro. Komaidi mengatakan bahwa kemungkinan pemerintah menurunkan harga Pertalite subsidi pada April masih sangat kecil.
Hal ini karena harga ekonomi RON 90 masih lebih mahal daripada harga jual Pertalite sebesar Rp 10.000 per liter saat ini. Dia mengatakan bahwa harga ekonomi Pertalite saat ini masih berkisar antara Rp 12.000 hingga Rp 13.000 per liter, sedangkan harga jual Pertalite di pompa bensin masih Rp 10.000 per liter.
"Kalau Pertalite masih sama, kemungkinan penurunan sangat kecil. Karena hitungannya masih di atas Rp 10.000. Walaupun mungkin tidak sejauh sebelumnya Komaidi menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang membuat sulit untuk menurunkan harga Pertalite yang disubsidi. Salah satunya adalah adanya kebijakan penghematan anggaran yang diterapkan oleh pemerintah.
"Di satu sisi, kita tahu bahwa pemerintah saat ini juga melakukan penghematan anggaran. Jadi kalau mereka tidak bisa menerapkan kebijakan penurunan harga BBM, maka bisa saja mereka akan mengalokasikan anggaran subsidi ke sektor lain," ujarnya.
Selain itu, menurut Komaidi, penurunan harga Pertalite juga akan memberikan dampak pada harga-harga lainnya. Sebab, Pertalite adalah bahan bakar yang paling banyak digunakan oleh masyarakat.
"Kalau harga Pertalite turun, maka harga-harga lain juga akan turun. Ini bisa membuat inflasi turun, tapi juga bisa membuat penghasilan dari sektor migas turun," kata Komaidi.
Namun demikian, ia mengungkapkan bahwa penurunan harga Pertalite masih bisa terjadi jika harga minyak dunia terus turun dan nilai tukar rupiah menguat. Selain itu, pemerintah juga bisa memperluas alokasi anggaran subsidi untuk BBM agar harga Pertalite bisa turun.
Sementara itu, bagi masyarakat yang ingin menghemat pengeluaran BBM, Komaidi menyarankan untuk beralih ke bahan bakar alternatif seperti gas dan listrik. Ia menilai bahwa penggunaan bahan bakar alternatif bisa membantu mengurangi pengeluaran dan juga ramah lingkungan.
"Selain bahan bakar gas dan listrik, kita juga bisa menggunakan sepeda atau transportasi umum untuk mengurangi pengeluaran BBM. Kita harus mulai memikirkan cara-cara alternatif untuk mengurangi penggunaan BBM yang tidak ramah lingkungan dan juga mahal," tutup Komaidi.
Namun demikian, Komaidi menambahkan bahwa ada faktor-faktor lain yang membuat sulit untuk menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite. Salah satunya adalah adanya kebutuhan anggaran yang lebih besar untuk menurunkan harga Pertalite.
"Kalau mau menurunkan Pertalite, perlu ada pembiayaan tambahan, karena Pertalite kan termasuk subsidi," jelasnya.
Selain itu, menurut Komaidi, penurunan harga Pertalite juga bisa berdampak pada kenaikan harga barang lainnya, terutama di sektor transportasi. Hal ini dikarenakan mayoritas kendaraan bermotor di Indonesia menggunakan BBM jenis ini.
"Pertalite kan lebih banyak digunakan di transportasi. Jadi kalau turun, bisa berpengaruh ke harga-harga lain. Ini tidak hanya dari segi biaya, tapi juga kerusakan jalan karena lebih banyak kendaraan yang akan melintas," kata Komaidi.
Meski demikian, dia menyarankan agar pemerintah segera melakukan evaluasi terhadap program subsidi BBM. Menurutnya, program ini seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat yang membutuhkan, bukan untuk semua orang.
"Saat ini program subsidi BBM itu 80% dari masyarakat mampu yang dapat subsidi. Padahal seharusnya subsidi itu diberikan hanya kepada yang tidak mampu saja," ujarnya.
Dengan demikian, kebijakan subsidi BBM yang tepat sasaran akan membantu meringankan beban masyarakat yang memang membutuhkan. Di sisi lain, harga BBM non-subsidi seperti Pertamax Turbo dan Dexlite yang turun dapat membantu mengurangi inflasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dalam jangka panjang, memang diperlukan upaya pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur transportasi umum dan menumbuhkan industri kendaraan bermotor yang ramah lingkungan. Ini bisa membantu mengurangi ketergantungan Indonesia pada BBM dan menurunkan harga BBM secara bertahap.
Dapatkan pemberitahuan informasi pendidikan terbaru setiap hari dari Rifqifauzansholeh.com. Silahkan bergabung di grup Telegram dengan menyentuh nama berikut: "Blog Rifqi Fauzan" jika sudah diarahkan silahkan klik join. Pastikan kamu sudah menginstall aplikasi Telegram di smartphone kamu.
Posting Komentar