Kurikulum Prototipe Apakah Para Guru Siap Menerapkannya?
Apakah guru Indonesia siap menerapkan kurikulum prototipe?
Pertanyaan ini mungkin muncul di benak kita ketika kita sebagai guru, kepala sekolah, orang tua atau siswa ketika mendengar kebijakan baru yang diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Kurikulum prototipe hanya berlaku untuk sekolah yang mau menerapkannya. Kurikulum prototipe yang mengusung merdeka belajar diharapkan memberikan kebebasan kepada guru untuk merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran.
Apakah merdeka belajar mudah bagi guru?
Berdasarkan pengalaman penulis Anik Widiastuti (Dosen Program Studi Pendidikan IPS, Universitas Negeri Yogyakarta), dalam diskusi dengan ratusan guru dari berbagai daerah di Indonesia dalam Program Pendidikan Guru Praktik (PPG), banyak guru Indonesia yang belum memiliki ide sendiri, bahkan disupervisi oleh guru praktik.
Banyak guru yang hanya mengandalkan referensi atau ilustrasi saat mengajar. Guru tidak berani berkreasi karena takut melanggar aturan, ketimbang kebijakan pemerintah.
Kita tidak memungkiri masih banyak guru yang menggunakan bahan ajar nonprofesional.
Materi pembelajaran masih dimiliki oleh guru dan tidak dianggap sebagai bagian dari proses pembelajaran dan evaluasi.
Akibatnya, terjadi ketidaksesuaian antara dokumen milik guru dengan proses pembelajaran dan evaluasi.
Peristiwa ini harus menjadi bahan refleksi bersama; Para guru khususnya memiliki harapan besar agar masyarakat mampu menerapkan kurikulum prototipe yang terstandarisasi.
Apa yang harus disiapkan guru?
Salah satu inovasi dalam struktur kurikulum prototipe adalah pembelajaran proyek merupakan alternatif pengembangan soft skill siswa untuk mencerminkan siswa Pancilla.
(1) Citra siswa yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (2) keragaman global; (3) kerjasama kolaboratif; (4) kreativitas; (5) kritis; Dan (6) mandiri.
Agar hal ini terjadi, guru perlu memiliki keberanian untuk keluar dari zona nyaman. Pembelajaran proyek bukanlah hal baru karena diperkenalkan dalam kurikulum 2013 sebagai model pembelajaran yang diusulkan pemerintah yaitu berbasis proyek.
Hanya saja banyak guru yang belum berhasil dalam melaksanakan proyek pendidikan. Bahkan, banyak guru yang tidak mau menunjukkan bahwa implementasinya membutuhkan waktu, kerumitan, dan biaya ekstra.
Bahkan, pelaksanaan pembelajaran proyek dapat disesuaikan dengan kondisi dan keadaan yang ada.
Strategi pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek.
Untuk meminimalisir hal di atas, salah satu pilihan yang dapat diterapkan oleh guru adalah koordinasi proyek antar mata pelajaran.
Inilah yang dapat dilakukan guru:
1. Mendiskusikan hasil belajar.
Guru dari berbagai mata pelajaran brainstorming pada hasil belajar untuk menemukan kesamaan pada mata pelajaran sebagai titik awal untuk menentukan tema.
2. Tentukan tema.
Guru memilih topik yang sesuai untuk dibahas dan mendukung keberhasilan setiap pembelajaran.
3. Jelaskan proyek tersebut.
Guru menyepakati proyek berdasarkan tema yang telah ditentukan, menentukan program pelaksanaan, pembagian tugas, dan strategi pembelajaran, mengutip konsep MIKiR atau Mengalami, interaksi, komunikasi, refleksi.
Dalam praktiknya, siswa berlatih dengan siswa lain, guru, orang tua, atau orang lain selama proses penyelesaian proyek.
Mengumumkan hasil proyek yang dilaksanakan dan merefleksikan keberhasilan proyek dalam hal faktor yang menghambat dan faktor yang mendorong selesainya proyek.
4. Menentukan metode dan alat evaluasi.
Guru menentukan teknik dan alat evaluasi yang digunakan berdasarkan hasil belajar setiap mata pelajaran, baik evaluasi proses maupun evaluasi produk bidang pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Untuk Penilaian Pengetahuan Guru dapat mengacu pada jenis soal PIT (produktif, imajinatif dan terbuka) Penilaian sikap dan keterampilan disesuaikan dengan prestasi belajar masing-masing mata pelajaran.
Menerapkan pembelajaran proyek kolaboratif
Untuk memudahkan guru, pembelajaran proyek dapat dilakukan secara kolaborasi dengan lebih dari dua mata pelajaran. Hal ini dapat dilakukan pada awal semester atau pada awal tahun ajaran baru.
Penulis Anik Widiastuti (Dosen Program Studi Pendidikan IPS, Universitas Negeri Yogyakarta) mendeskripsikan 3K atau Kolaborasi, Kompetensi, dan Kreativitas sebagai Faktor Efisiensi dan Keberhasilan Guru dalam Memproyeksikan Pembelajaran
1. Kolaborasi
Guru yang selama ini bekerja sendiri di kelas harus terbuka untuk berkolaborasi dengan guru lain. Keinginan bekerjasama ditentukan oleh kemampuan dalam bekerjasama, berpikir positif dan menerima kritik.
Ini termasuk keinginan untuk berbagi pengalaman tentang kesulitan belajar dan menemukan solusi secara bersama.
Kolaborasi terjadi melalui pengembangan perangkat pembelajaran bersama, pelaksanaan pendidikan dan evaluasi penilaian.
2. Kualifikasi
- Keterampilan profesional yang terkait dengan materi pelajaran Pengampunan untuk memahami keberhasilan kursus. Guru dapat memutuskan bagaimana terlibat dan membuat profil untuk profil siswa Pancasila.
- Kualifikasi Pendidikan terkait dengan ruang lingkup sarjana (strategi dan teknik pembelajaran terkait yang diterapkan pada proyek tema kolaboratif antar mata pelajaran).
- Keterampilan Sosial (Kolaborasi dengan keterampilan komunikasi dan mitra untuk mendukung keberhasilan proyek).
- Kompetensi pribadi (dari kedisiplinan, kejujuran, kesabaran, keterbukaan, keluwesan dalam penyesuaian diri saat bekerja secara kolaboratif).
3. Kreasi
Setiap guru yang terlibat dalam proyek tema kolaboratif harus berani mengekspresikan kreativitasnya dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran sebagai metode pengajaran mandiri.
Guru harus mau keluar dari jalan mereka dan mencoba hal-hal baru dalam pembelajaran, terutama ketika mengerjakan proyek kolaboratif antar mata pelajaran.
Guru perlu berpikiran terbuka, menghargai kreativitas siswa, memfasilitasi pembelajaran dari berbagai sumber, dan mengembangkan budaya berpikir mandiri.
Menurut Widiastuti and Sagoro (2020) dan Tsybulsky & Muchnik-Rozanov (2019), manfaat pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran topik tema kolaboratif, memiliki manfaat bagi siswa dalam mengembangkan keterampilan pemecahan masalah yang kompleks, kerjasama, komunikasi.
Dari sudut pandang guru, berbagi pengalaman antar guru dapat mengarah pada pengembangan profesional dan pribadi guru.
Dengan banyak manfaat tersebut, mari persiapkan diri kita sebagai pendidik untuk mendukung pembelajaran mandiri dengan melaksanakan proyek pembelajaran kolaboratif antar topik untuk mengembangkan profil siswa Pancasila.
Selama mereka memiliki keberanian untuk mencoba strategi pengajaran baru, setiap guru memiliki potensi.
Sekarang pertanyaannya adalah: Apakah guru tertantang untuk melakukan proyek kolaborasi antar mata pelajaran?
Dapatkan pemberitahuan informasi pendidikan terbaru setiap hari dari Rifqifauzansholeh.com. Silahkan bergabung di grup Telegram dengan menyentuh nama berikut: "Blog Rifqi Fauzan" jika sudah diarahkan silahkan klik join. Pastikan kamu sudah menginstall aplikasi Telegram di smartphone kamu.
Posting Komentar